Asupan gizi yang baik
sering tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak karena faktor dari luar
dan dalam. Faktor luar lantaran keterbatasan ekonomi keluarga. Sedangkan
faktor internal ada dalam diri anak yang secara psikologis muncul
sebagai problema makan anak.
Problema makan ini
misalnya dijumpai dalam bentuk anak enggan makan. Perilaku ogah makan
bukanlah persoalan sepele. Tidak ada obat mujarab yang bisa segera
memulihkan nafsu makan anak. Anak yang malas makan selalu berusaha
mencari-cari alasan untuk tidak makan. Misalnya dengan ngemut makanan,
mempermainkan, atau memuntahkan makanan.
Picky
eater (pilih-pilih makanan) sering dijumpai pada anak yang membuat orang
tua bingung. Anak yang cenderung berperilaku picky eater akan mengalami
kesulitan dalam meramu variasi makanan untuk memenuhi kecukupan
gizinya. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari cenderung seragam, padahal
keanekaragaman makanan merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan
gizi. Anak-anak ini pun bisa saja setelah besar tidak mau mengkonsumsi
makanan yang keras. Bahkan nasi pun harus diganti bubur.
Mengapa
problema makan ini muncul pada anak? Secara psikologis dapat
diterangkan, perilaku makan timbul karena anak meniru atas apa yang
dilakukan oleh anggota keluarga lainnya. Anak yang tumbuh dalam
lingkungan keluarga yang enggan makan, lantaran diet misalnya, akan
mengembangkan perilaku enggan makan pula.
Perilaku
sulit makan juga dapat timbul karena orang tua tidak mengakui ego anak.
Orang tua selalu memaksakan anak harus makan ini-itu dengan porsi yang
sudah ditentukan. Misalnya dengan mengharuskan menghabiskan makanan di
piring. Maksud orang tua mungkin benar mereka menginginkan anaknya
tumbuh sehat dengan gizi cukup. Tetapi mereka kurang menyadari kalau
makan bukan melulu persoalan gizi tetapi terdapat pula unsur psikologis.
Soalnya,
anak balita dalam rangka menuju proses kemandirian sebenarnya ingin
pula diakui egonya. Jadi, sekali-kali beri mereka kebebasan untuk
mengambil makanan sendiri tanpa harus disuapi.
Kesalahan Orang Tua
Ada
perbedaan mendasar bagaimana orang Barat mempersiapkan proses
kemandirian anak dibandingkan dengan orang Timur. Di sini kita selalu
cenderung meladeni anak, termasuk dalam hal makan karena tidak ingin
makanan tumpah berceceran. Membuang-buang makanan adalah tabu dan bisa
kualat. Sehingga dalam masyarakat kita bisa dijumpai orang tua masih
menyuapi anak yang sudah kelas V SD. Hal ini nyaris tidak kita temukan
pada masyarakat Barat yang sejak dini melatih anak untuk bisa makan
sendiri.
Perilaku makan yang kurang pas sering
kali muncul karena ulah orang tua. Semisal kebiasaan untuk menenangkan
anak yang sedang rewel dengan cara membelikan jajanan yang padat kalori
(permen, minuman ringan, coklat, dsb.). Anak yang sudah mengkonsumsi
makanan padat kalori perutnya akan segera kenyang sehingga ia tidak mau
makan.
Variasi makanan sangat menunjang tumbuh kembang anak
Karena
itu kegiatan makan bagi seorang anak harus dibuat dalam suasana yang
menyenangkan. Jangan ada unsur paksaan sehingga timbul kesan saat makan
menjadi sesuatu yang menjengkelkan atau bahkan merupakan hukuman.
Kebiasaan makan bersama yang sudah mulai ditinggalkan ada baiknya
dihidupkan lagi. Anak balita pun bisa merasakan nikmatnya makan bila
semua anggota keluarga duduk bersama-sama di meja makan.
Problema
makan pada anak dapat berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak.
Sedikitnya makanan yang masuk ke dalam perut anak dapat menjadi indikasi
bahwa anak itu mempunyai peluang besar untuk menderita kurang gizi.
Indikator status gizi kurang dicerminkan oleh berat badan atau tinggi
badan anak di bawah standar.
Dengan menggunakan
ukuran standar sebagai pembanding kita dapat mengetahui status gizi
seorang anak. Di dalam Kartu Menuju Sehat (KMS), yang dibagikan secara
gratis bagi peserta program Posyandu, tergambar grafik pertambahan berat
badan berdasarkan usia anak. Melalui penimbangan anak balita setiap
bulan dapat diketahui kecenderungan status gizi seorang anak.
Mereka
yang mengalami kegagalan pertumbuhan (berat badan tetap atau turun
dalam penimbangan bulan berikutnya) sering disebabkan oleh kekurangan
gizi atau sakit. Anak-anak itu mengalami kekurangan gizi karena
kurangnya makanan di tingkat rumah tangga.
Anak
balita memang sudah bisa makan apa saja seperti halnya orang dewasa.
Tetapi mereka pun bisa menolak bila makanan yang disajikan tidak
memenuhi selera mereka. Oleh karena itu sebagai orang tua kita juga
harus berlaku demokratis untuk sekali-kali menghidangkan makanan yang
memang menjadi kegemaran si anak.
Faktor
psikososial yang bisa mempengaruhi nafsu makan anak bisa timbul karena
pemberian makan yang terlalu tergantung pada seseorang. Misalnya, anak
balita yang biasa disuapi pembantu mungkin nafsu makannya berkurang
ketika harus makan bersama-sama ibunya yang selama ini selalu sibuk di
kantor. Yang paling baik adalah menciptakan suasana sosial yang seimbang
di dalam rumah tangga sehingga anak balita merasa dekat dengan semua
anggota rumah tangga dan mau makan dengan siapa saja.
Susu tidak wajib
Asupan
gizi yang baik tentu berperan penting dalam mencapai pertumbuhan badan
yang optimal. Pertumbuhan badan yang optimal ini mencakup pula
pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan seseorang.
Makanan siap saji cenderung tak seimbang kandungan gizinya
Masa
pertumbuhan otak tercepat adalah pada trisemester ketika janin berada
dalam kandungan sampai bayi berusia 18 bulan. Setelah itu otak masih
tumbuh dengan kecepatan yang semakin berkurang sampai usia lima tahun.
Oleh karena itu usia balita ini sangat rawan terhadap kondisi-kondisi
kurang gizi.
Pada usia rawan ini banyak orang
tua yang mempunyai persepsi keliru mengenai makanan untuk anaknya.
Misalnya, bayi sampai usia empat bulan sebenarnya cukup kalau hanya
diberi ASI oleh ibunya tanpa tambahan makanan apa pun. Hal ini sesuai
dengan sistem enzim dalam pencernaan bayi yang masih didominasi oleh
enzim laktase untuk memecah laktosa susu.
Tetapi
sebagian orang tua menganggap bayi akan kelaparan tanpa makanan
tambahan sehingga mereka memperkenalkan pisang, bubur, dan sebagainya.
Padahal jenis makanan ini memerlukan kehadiran enzim maltase untuk
memecah maltosa (karbohidrat) pada pisang atau bubur. Enzim maltosa
umumnya belum banyak diproduksi oleh bayi di bawah usia empat bulan.
Kesalahan dalam memberikan makanan ini tentu membuat tubuh bayi tidak
dapat mencerna dengan sempurna makanan yang diberikan oleh ibunya
sehingga sari makanan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Akhirnya,
bayi bisa terhambat kecerdasannya.
Setelah anak
berusia dua tahun sebenarnya kehadiran susu dalam menu sehari-hari
bukanlah hal wajib. Yang penting aneka ragam makanan dikonsumsi dengan
cukup. Dengan memperhatikan 4 sehat saja (nasi, sayur, lauk, dan buah),
anak-anak setelah usia dua tahun dapat tumbuh secara baik.
Namun
kenyataannya, orang tua seolah memaksa anak agar mengkonsumsi susu
banyak-banyak dan membiarkan anak mengurangi porsi makannya. Padahal
makan dengan porsi tiga kali sehari lebih penting daripada minum segelas
atau dua gelas susu. Susu di banyak keluarga dianggap sebagai makanan
dewa yang bisa menggantikan nasi, sayur, dan lauk pauk.
Susu
dari sudut pandang gizi bukanlah sumber protein tetapi lebih tepat
sumber kalsium dan fosfor. Kalsium dan fosfor ini dengan mudah kita
dapatkan dalam ikan teri atau ikan sarden. Sementara sumber protein
utama kita adalah nasi serta lauk-pauk. Jadi, dengan konsumsi 4 sehat
tanpa 5 sempurna pun anak-anak kita setelah usia dua tahun bisa tumbuh
dengan optimal. Juga pertumbuhan tinggi badannya.
Perawakan
tinggi ini ditentukan oleh banyak faktor. Faktor genetik atau potensi
biologik menjadi modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh
kembang. Tinggi badan seorang anak akan dipengaruhi tinggi badan kedua
orang tuanya. Kita tidak bisa mengharapkan anak tumbuh tinggi bila orang
tuanya pendek atau sebaliknya.
Selain itu ada
pula faktor hormonal. Hormon yang sangat penting untuk pertumbuhan
adalah hormon pertumbuhan, hormon tiroid, dan hormon seks. Hormon
pertumbuhan diperlukan untuk merangsang perkembangan tulang panjang.
Anak-anak yang menderita kekurangan hormon pertumbuhan hanya akan
mempunyai tinggi akhir 120 cm pada masa dewasanya. Hormon tiroid
berperan besar dalam metabolisme tubuh. Sedang hormon seks menentukan
pertumbuhan anak pada masa pubertas. Jadi kalau ada anak disunat
menjelang pubertas, sesudahnya dia tumbuh secara lebih cepat karena
aktivitas hormon seks. Bukan khitan itu yang menyebabkan seseorang
tumbuh lebih cepat.
Ukuran perawakan tinggi
sebagai manifestasi ketiga faktor di atas berbeda-beda untuk setiap
populasi. Tinggi untuk ukuran kita belum tentu demikian untuk orang
Eropa atau Amerika. Masyarakat kita bahkan mungkin belum bisa
mentoleransi anak perempuan yang tingginya 175 cm.
Tapi
pada era globalisasi ini tinggi badan menjadi sesuatu yang tidak bisa
diabaikan. Soalnya, berbagai formasi pekerjaan mensyaratkan ukuran
tinggi badan tertentu. Kalau dulu hanya ABRI dan awak pesawat udara,
kini semakin banyak sektor yang menginginkan pegawainya berperawakan
tinggi. Nah, ada baiknya para orang tua lebih memperhatikan perlaku
makan putra-putrinya.
0 komentar:
Posting Komentar